Pada tahun
342 SM Aristoteles pulang kembali ke Macedonia , menjadi guru
seorang anak raja umur tiga belas tahun yang kemudian dalam sejarah
terkenal dengan Alexander Yang Agung. Aristoteles mendidik si Alexander
muda dalam beberapa tahun. Di tahun 335 SM, sesudah Alexander naik tahta
kerajaan, Aristoteles kembali ke Athena dan di situ dibukanya
sekolahnya sendiri, Lyceum. Dia berada di Athena dua belas tahun, satu
masa yang berbarengan dengan karier penaklukan militer Alexander.
Alexander tidak minta nasehat kepada bekas gurunya, tetapi dia berbaik
hati menyediakan dana buat Aristoteles untuk melakukan
penyelidikan-penyelidikan. Mungkin ini merupakan contoh pertama dalam
sejarah seorang ilmuwan menerima jumlah dana besar dari pemerintah untuk
maksud-maksud penyelidikan dan sekaligus merupakan yang terakhir dalam
abad-abad berikutnya.
Walau
begitu, pertaliannya dengan Alexander mengandung pelbagai bahaya.
Aristoteles menolak secara prinsipil cara kediktatoran Alexander dan
tatkala si penakluk Alexander menghukum mati sepupu Aristoteles dengan
tuduhan menghianat, Alexander punya pikiran pula membunuh Aristoteles.
Di satu pihak Aristoteles kelewat demokratis di mata Alexander, dia juga
punya hubungan erat dengan Alexander dan dipercaya oleh orang-orang
Athena. Tatkala Alexander mati tahun 323 SM golongan anti-Macedonia
memegang tampuk kekuasaan di Athena dan Aristoteles pun didakwa kurang
ajar kepada dewa. Aristoteles, teringat nasib yang menimpa Socrates 76
tahun sebelumnya, lari meninggalkan kota
sambil berkata dia tidak akan diberi kesempatan kedua kali kepada
orang-orang Athena berbuat dosa terhadap para filosof. Aristoteles
meninggal di pembuangan beberapa bulan kemudian di tahun 322 SM pada
umur enam puluh dua tahun.
Aristoteles
dengan muridnya, AlexanderHasil murni karya Aristoteles jumlahnya
mencengangkan. Empat puluh tujuh karyanya masih tetap bertahan. Daftar
kuno mencatat tidak kurang dari seratus tujuh puluh buku hasil
ciptaannya. Bahkan bukan sekedar banyaknya jumlah judul buku saja yang
mengagumkan, melainkan luas daya jangkauan peradaban yang menjadi bahan
renungannya juga tak kurang-kurang hebatnya. Kerja ilmiahnya betul-betul
merupakan ensiklopedi ilmu untuk jamannya. Aristoteles menulis tentang
astronomi, zoologi, embryologi, geografi, geologi, fisika, anatomi,
physiologi, dan hampir tiap karyanya dikenal di masa Yunani purba. Hasil
karya ilmiahnya, merupakan, sebagiannya, kumpulan ilmu pengetahuan yang
diperolehnya dari para asisten yang spesial digaji untuk menghimpun
data-data untuknya, sedangkan sebagian lagi merupakan hasil dari
serentetan pengamatannya sendiri.
Untuk menjadi seorang ahli paling jempolan dalam tiap cabang
ilmu tentu kemustahilan yang ajaib dan tak ada duplikat seseorang di
masa sesudahnya. Tetapi apa yang sudah dicapai oleh Aristoteles malah
lebih dari itu. Dia filosof orisinal, dia penyumbang utama dalam tiap
bidang penting falsafah spekulatif, dia menulis tentang etika dan
metafisika, psikologi, ekonomi, teologi, politik, retorika, keindahan,
pendidikan, puisi, adat-istiadat orang terbelakang dan konstitusi
Athena. Salah satu proyek penyelidikannya adalah koleksi pelbagai negeri
yang digunakannya untuk studi bandingan.
Mungkin sekali, yang paling penting dari
sekian banyak hasil karyanya adalah penyelidikannya tentang teori
logika, dan Aristoteles dipandang selaku pendiri cabang filosofi yang
penting ini. Hal ini sebetulnya berkat sifat logis dari cara berfikir
Aristoteles yang memungkinkannya mampu mempersembahkan begitu banyak
bidang ilmu. Dia punya bakat mengatur cara berfikir, merumuskan kaidah
dan jenis-jenisnya yang kemudian jadi dasar berpikir di banyak bidang
ilmu pengetahuan. Aristoteles tak pernah kejeblos ke dalam rawa-rawa
mistik ataupun ekstrim. Aristoteles senantiasa bersiteguh mengutarakan
pendapat-pendapat praktis. Sudah barang tentu, manusia namanya, dia juga
berbuat kesalahan. Tetapi, sungguh menakjubkan sekali betapa sedikitnya
kesalahan yang dia bikin dalam ensiklopedi yang begitu luas.
Pengaruh Aristoteles terhadap cara
berpikir Barat di belakang hari sungguh mendalam. Di jaman dulu dan
jaman pertengahan, hasil karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa
Latin, Arab, Itali, Perancis, Ibrani, Jerman dan Inggris.
Penulis-penulis Yunani yang muncul kemudian, begitu pula filosof-filosof
Byzantium
mempelajari karyanya dan menaruh kekaguman yang sangat. Perlu juga
dicatat, buah pikirannya banyak membawa pengaruh pada filosof Islam dan
berabad-abad lamanya tulisan-tulisannya mendominir cara berpikir Barat.
Ibnu Rusyd (Averroes), mungkin filosof Arab yang paling terkemuka,
mencoba merumuskan suatu perpaduan antara teologi Islam dengan
rasionalismenya Aristoteles. Maimomides, pemikir paling terkemuka Yahudi
abad tengah berhasil mencapai sintesa dengan Yudaisme. Tetapi, hasil
kerja paling gemilang dari perbuatan macam itu adalah Summa
Theologia-nya cendikiawan Nasrani St. Thomas Aquinas. Di luar daftar ini
masih sangat banyak kaum cerdik pandai abad tengah yang terpengaruh
demikian dalamnya oleh pikiran